Memasuki hari ke-13 usai gempa tsunami di Dongggala dan Palu, Sulawesi Tengah, cerita duka dan pilu yang dialami korban masih terus terdengar.
Tak sedikit warga yang mengalami trauma berat, memutuskan untuk meninggalkan Palu. Manado, Makassar, Balikpapan, hingga Jakarta adalah beberapa kota yang dipilih para korban gempa dan tsunami sebagai tempat mengungsi sementara.
Berikut sejumlah cerita duka yang menguras air mata usai gempa dan tsunami di Palu, Donggala, dan daerah sekitarnya di Sulawesi Selatan:
1. Dikejar Tsunami Hilda adalah seorang ibu rumah tangga yang menjadi saksi hidup saat gempa magnitudo 7,4 dan tsunami mengguncang Palu.
Kala itu dia bersama putrinya yang masih berusia 2 tahun, menggelar dagangan di pinggir Pantai Talise saat tengah berlangsung Festival Pesona Palu Nomoni.
Tak lama bumi bergetar hebat dan terlihat air laut mulai naik. Suasana pantai yang penuh kecerian sore itu sontak berubah mencekam.
Teriakan hingga jeritan mewarnai kemeriahan Festival Palu Nomoni. Hilda pun panik dan langsung berlari membawa anaknya menyelamatkan diri.
Dalam kepanikan, dia mengaku sempat melihat gulungan ombak mengejarnya diringi retakan pada tanah. Guncangan gempa yang kuat juga membuat tanah ambles.
2. Muazin Tertimpa Mihrab Masjid
Pengalaman mengerikan akibat gempa yang terjadi pada Hilda juga dirasakan seorang muazin masjid.
Saat gempa mengguncang, Jumat sore, 28 September, Agil tengah mengumandangkan azan magrib di Masjid Agung Daru Salam, Palu. Saat itu kondisi masjid sedang dipenuhi jemaah. Sontak semua orang berhamburan keluar untuk menyelamatkan diri ketika tembok dan lantai masjid berguncang.
Namun, tidak bagi Agil sang muazin. Tubuhnya tertimpa reruntuhan bangunan masjid.
"Mihrab dan roster masjid roboh menimpa Agil, hingga membuatnya jatuh tersungkur," kata Abu salah satu jemaah.
3. Zikir dan Tembok Terbelah
Kelurahan Balaroa, Kecamatan Palu Barat salah satu wilayah yang terkena dampak parah akibat gempa. Tak hanya porak-poranda, saat gempa terjadi, Balaroa perlahan bak ditelan bumi.
Andi salah satu saksi hidup menceritakan detik-detik peristiwa itu terjadi. Saat itu dirinya akan menunaikan salat magrib. Mendengatrjeritan histeris istrinya yang bilang ada gempa, dia pun segera berlari ke luar rumah.
Namun, langkahnya terhenti karena jalan menuju pintu keluar telah tertutup material bangunan.
Saat itu Andi mengaku hanya bisa pasrah. Dia lalu duduk bersila sambil mengucap zikir tahmid, dan takbir.
Tanpa disangka-sangka muncul cahaya dan tembok di dekatnya terbelah, hingga Andi pun bisa menyelamatkan diri dari maut.
4. Remaja Peluk Jasad Sang Ibu
Gempa yang melanda Palu dan sekitarnya juga meluluhlantakkan ribuan rumah. Para petugas Tim SAR pun berjibaku dengan waktu untuk segera mengevakuasi para korban.
Usaha pun berhasil. Di dalam reruntuhan sebuah rumah, mereka menemukan korban selamat. Seorang remaja putri berusia 15 tahun bernama Nurul, pada Minggu, 30 September 2018. Penyelamatan dilakukan tengah malam.
Saat ditemukan di bawah reruntuhan rumahnya, korban berpelukan dengan jasad sang ibu yang meninggal karena tertimbun bangunan setelah tiga hari bencana gempa bumi dan tsunami.
Nurul mengaku dirinya bertahan tiga hari sejak bencana terjadi.
5. Minum Air Berjentik Nyamuk
Imam Sholihudin, Bandar Si, Agus Susanto, Sofa, Sunarto adalah warga Tuban, Jawa Timur yang saat gempa dan tsunami terjadi tengah berada di Palu.
Pascagempa, kelimanya pun memutuskan untuk meninggalkan Palu bersama ribuan korban lainnya. Mereka menuju Bandara Mutiara Sis Al Jufri untuk naik pesawat Hercules.
Setelah gagal terbang, mereka hidup dengan perbekalan seadanya di dalam bandara. Saat haus tak lagi bisa tertahankan, kelima warga Tuban ini minum air penampungan yang sudah bercampur jentik nyamuk.
"Kami hanya makan seadanya, snack saja. Terpaksa juga kami minum air yang ada jentik nyamuknya," ungkap Sofa kepada Liputan6.com, Rabu (3/10/2018).
6. Balita 4 Tahun Peluk Jasad Ibunya
Sementara itu, prajurit TNI bersama relawan terus menyusuri Perumnas Balaroa yang telah tertimbun tanah. Suara tangis seorang anak dari dalam reruntuhan membuat prajurit TNI dan relawan mendatangi sumber suara.
Ditemukan seorang bocah dalam posisi saling berpelukan dengan ibunya yang sudah tak lagi bernyawa. Bocah ini bernama Presilia Andini berusia 4 tahun.
Serka Dedy Handoko dari Yonkes 1 Kostrad mengungkapkan, tak kuasa menahan kesedihan saat menemukan Presilia yang terus menangis memanggil ibunya yang sudah tiada.
"Sedih juga melihat anak ini. Menangis terus memanggil ibunya yang sudah tidak ada. Dia ditemukan tiga hari setelah gempa," kata Serka Dedy.
Prisilia ternyata juga sudah tidak memiliki ayah, yang telah lebih dulu meninggal sebelum gempa dan tsunami.